Harimau Sumatra Terancam Punah
Kamis, 13 November 2014
0
komentar
Setelah harimau bali dan harimau jawa yang telah punah di
endemiknya, kini harimau sumatera juga terancam punah jika tidak ada
perlindungan serius dari semua pihak. Punahnya satwa langka ini juga
menandakan berkurangnya kawasan hutan serta perambahan dan alih fungsi
hutan serta perburuan satwa langka masih terjadi.
Namun, masih banyak pihak yang peduli terhadap kelestarian lingkungan
dan keberlangsungan ekosistem, termasuk satwa langka. Mereka harus
melawan ketidaktahuan terhadap lingkungan. Untuk itu, organisasi
international peduli lingkungan dan satwa Panthera member penghargaan
khusus kepada sejumlah tokoh dan lembaga yang terus berupaya
menyelamatkan lingkungan, termasuk satwa langka harimau sumatera.
CEO Panthera Alan Rabinowitz menyerahkan penghargaan Konservasi
Harimau kepada Menteri Kehutanan Zulkifi Hasan, Menteri Lingkungan Hidup
Balthasar Kambuaya, Executive Chairman of the National Council on
Climate Charge Rachmat Witoelar, Pemerintah daerah Lampung dan Tambling
Wildlife Nature Conservation, di Jakarta, Rabu(16/7).
Acara ini dihadiri sejumlah tokoh, pakar, dan lembaga swadaya
masyarakat prolingkungan, serta pimpinan Tambling Wildlife Nature
Conservation, Tomy Winata. Bersamaan dengan itu digelar diskusi tentang
harimau yang diikuti sejumlah pakar dan LSM dari beberapa Negara.
Program Harimau Abadi Panthera dilaksanakan di 14 Lokasi di 6 Negara
Asia, termasuk Indonesia.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan memaparkan, sebenarnya Indonesia
memiliki tiga dari delapan subspesies harimau yang ada didunia, namun
dua diantaranya, yaitu harimau jawa (Panthera tigris sondaica)dan harimau bali (Panthera tigris balica), telah dinyatakan punah, masing-masing pada 1940-an dan 1980-an. Saat ini hanya sub-spesies harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang tersisa dan terancam punah.
“Punahnya harimau bali dan harimau jawa harus menjadi perhatian kita
semua agar hal ini tidak terjadi pada jenis spesies harimau sumatera
yang masih hidup. Punahnya harimau jawa dan harimau bali akibat
perburuan dan akibat kepadatan penduduk yang mendorong kebutuhan lahan
untuk pemukiman, pertanian, perkebunan, dan infrastruktur perkotaan.
Akibatnya, habitat harimau, yaitu hutan-hutan dataran rendah, berkurang
drastris,” ujar Zulkifli.
Oleh karena itu, kata Zulkifli, sebagai satu-satunya negara pemilik
sub spesies harimau sumatera yang tersisa di pulau Sumatera, maka sudah
seharusnya pemerintah beserta para pihak pemangku kepentingan untuk
mengawasi konservasi hutan alam dataran rendah dan hutam gambut.
Moratorium ini untuk melestarikan habitat-habitat satwa endemic,
termasuk harimau sumatera.
Konservasi darat dan laut
Selain itu, katanya, pemerintah melakukan kerja sama penegakkan hokum
dalam memerangi perdagangan illegal harimau, maupun bagian-bagian tubuh
harimau yang diawetkan, pertukaran informasi antarnegara anggota tang
memiliki harimau maupun Negara yang menjadi tujuan dari perdagangan
illegal harimau.
Tomy Winata menjelaskan, keberadaan Yayasan Artha Graha Peduli di
Tambling karena kepedulian untuk menyelamatkan alam dan lingkungan,
antara lain dengan melakukan konservasi di lahan daratan seluas 40.000
hektar (HA) dan kawasan pesisir seluas 15.0
00 ha.
Pihaknya didukung banyak pihak dan menyisihkan dana sekitar US$ 2
juta(Rp 24 Miliar) pertahun untuk konservasi di Tambling. Di kawasan ini
terdapat sekitar 5.000 jenis satwa, termasuk yang berada di danau dan
laut, CEO Panthera yang juga ilmuan harimau Dr Alan Rabinowitz
mengungkapkan, awalnya jumlah harimau sumatera di Tambling berdasarkan
pemantauan jejak dan foto trap ada 24 ekor, saat ini telah bertambah
menjadi 36 ekor.
Menurutnya, upaya konservasi ini akan memberi dampak positif pada
perlindungan hutan dan satwa langka lainnya di Sumatera, khususnya
Tambling. Dia juga mengungkapkan, sekitar 100 tahun lalu ada 100.000
ekor harimau liar di Asia, kini tersisa hanya sekitar 3.000. dari 6
sub-species, 3 telah punah. [S-26]
Sumber media cetak Suara Pembaharuan
Tanggal : 17 Juli 2014
0 komentar:
Posting Komentar