Gajah Sumatra (Elephas Maximus Sumatrensis) adalah
salah satu dari sub spesies gajah Asia yang memiliki habitat di Pulau
Sumatera serta menjadi mamalia terbesar di Indonesia. Seluruh sub
spesies gajah Asia merupakan Satwa Terancam Punah (Critically
Endangered) sejak tahun 1986 yang tercatat dalam daftar merah Lembaga
Konservasi Dunia (IUCN-RedList). Gajah Sumatera menghadapi ancaman
serius berpa kegiatan deforestasi hutan, pembalakan liar, penyusutan dan
fragmentasi habitat, perburuan gading gajah, maupun pembunuhan akibat
konflik gajah-manusia. Percepatan konversi hutan menjadi perkebunan dan
tanaman komersial mengancam kelangsungan hidup populasi gajah sumatra
dalam jangka panjang. Saat ini populasi gajah sumatera berkisar antara
2.400 - 2.800 ekor yang tersebar di beberapa kantong populasi. Sama
seperti
Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) yang juga terancam punah, kedua sedang diupayakan konserasi alam habitat dan kelangsungan hidupnya di
Taman Nasional Tesso Nilo Riau (TNTN-Riau).
Hewan yang berjenis jantan dapat mencapai tinggi 1,7-2,6 meter dengan
berat 4-6 ton serta memiliki gading gajah sumatra jantan yang lebih
pendek dari spesies gajah Asia lainnya terutama Gajah India yang
memiliki postur tubuh yang besar. Sedangkan gajah Sumatra betina
memiliki gading yang sangat pendek dan tersembungi di balik bibir
atasnya.
Gajah Sumatra (Elephas Maximus Sumatrenus)
biasa berjalan menjelajah sejauh 20 km per hari untuk mencari makan
berupa daun-daun. Dalam sehari gajah butuh 150kg daun-daunan dan 180
liter air minum. Herbivora raksasa ini dapat berumur sampai 70 tahun di
alam liar dan sangat cerdas karena memiliki otak yang lebih besar
dibandingkan dengan mamalia darat lain. Telinga yang cukup besar
membantu gajah mendengar dengan baik dan membantu mengurangi panas tubuh
seperti darah panas dingin ketika mengalir di bawah permukaan telinga.
Belalainya digunakan untuk mendapatkan makanan dan air, dan memiliki
tambahan dapat memegang (menggenggam) di ujungnya yang digunakan seperti
jari untuk meraup.

Belalai dan Gading Gajah Sumatera

Flying Squad Gajah Sumatra Tesso Nilo - Riau

Anak Gajah Sumatra
Mengenal Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatrenus) Klasifikasi ilmiah Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Proboscidea
Famili : Elephantidae
Genus : Elephas
Spesies : E. maximus
Upaspesies : E. m. sumatranus
Nama trinomial : Elephas maximus sumatranus (Temminck, 1847)
I.
Habitat Gajah Gajah Sumatera Gajah banyak melakukan pergerakan dalam wilayah jelajah yang luas sehingga menggunakan lebih dari satu tipe habitat hutan.
a. Hutan rawa
Tipe hutan ini dapat berupa rawa padang rumput, hutan rawa primer, atau
hutan rawa sekunder yang didominasi oleh Gluta renghas, Campenosperma
auriculata, C. Macrophylla, Alstonia spp, dan Eugenia spp.(photo hutan
rawa)
b. Hutan rawa gambut
Jenis-jenis vegetasi pada tipe
hutan ini antara lain: Gonystilus bancanus, Dyera costulata, Licuala
spinosa, Shorea spp., Alstonia spp., dan Eugenia spp.
c. Hutan dataran rendah
Yaitu tipe hutan yang berada pada ketinggian 0-750 m di atas permukaan
air laut. Jenis-jenis vegetasi yang dominan adalah jenis-jenis dari
famili Dipterocarpaceae. (photo hutan dataran rendah)
d. Hutan hujan pegunungan rendah
Yaitu tipe hutan yang berada pada ketinggian 750-1.500 m di atas
permukaan air laut. Jenis-jenis vegetasi yang dominan adalah Altingia
excelsa, Dipterocarpus spp., Shorea spp., Quercus spp., dan Castanopsis
spp.
II. Persyaratan Hidup di Alam
a. Naungan
Gajah Sumatera termasuk binatang berdarah panas sehingga jika kondisi
cuaca panas mereka akan bergerak mencari naungan (thermal cover) untuk
menstabilkan suhu tubuhnya agar sesuai dengan lingkungannya. Tempat yang
sering dipakai sebagai naungan dan istirahat pada siang hari adalah
vegetasi hutan yang lebat . photo: gajah bernaung
b. Makanan
Gajah Sumatera termasuk satwa herbivora sehingga membutuhkan
ketersediaan makanan hijauan yang cukup di habitatnya. Gajah juga
membutuhkan habitat yang bervegetasi pohon untuk makanan pelengkap dalam
memenuhi kebutuhan mineral kalsium guna memperkuat tulang, gigi, dan
gading. Karena pencernaannya yang kurang sempurna, ia membutuhkan
makanan yang sangat banyak, yaitu 200-300 kg biomassa per hari untuk
setiap ekor gajah dewasa atau 5-10% dari berat badannya.
c. Air
Gajah termasuk satwa yang sangat bergantung pada air, sehingga pada
sore hari biasanya mencari sumber air untuk minum, mandi dan berkubang.
Seekor gajah Sumatera membutuhkan air minum sebanyak 20-50 liter/hari.
Ketika sumber-sumber air mengalami kekeringan, gajah dapat melakukan
penggalian air sedalam 50-100 cm di dasar-dasar sungai yang kering
dengan menggunakan kaki depan dan belalainya.
d. Garam mineral
Gajah juga membutuhkan garam-garam mineral, antara lain : calcium,
magnesium, dan kalium. Garam-garam ini diperoleh dengan cara memakan
gumpalan tanah yang mengandung garam, menggemburkan tanah tebing yang
keras dengan kaki depan dan gadingnya, dan makan pada saat hari hujan
atau setelah hujan.
e. Ruang atau wilayah jelajah (home range)
Gajah merupakan mamalia darat paling besar yang hidup pada zaman ini,
sehingga membutuhkan wilayah jelajah yang sangat luas.Ukuran wilayah
jelajah gajah Asia bervariasi antara 32,4 - 166,9 km2. Wilayah jelajah
unit-unit kelompok gajah di hutan-hutan primer mempunyai ukuran dua kali
lebih besar dibanding dengan wilayah jelajah di hutan-hutan sekunder.
f. Keamanan dan kenyamanan
Gajah juga membutuhkan suasana yang aman dan nyaman agar perilaku kawin
(breeding) tidak terganggu dan proses reproduksinya dapat berjalan
dengan baik. Gajah termasuk satwa yang sangat peka terhadap
bunyi-bunyian. Oleh karena itu, penebangan hutan yang dilakukan oleh
perusahaan HPHA diperkirakan telah mengganggu keamanan dan kenyamanan
gajah karena aktivitas pengusahaan dengan intensitas yang tinggi dan
penggunaan alat-alat berat di dalamnya.
III. Perilaku Gajah Sumatra
A. Perilaku sosial
1. Hidup berkelompok
Di habitat alamnya, gajah hidup berkelompok (gregarius). Perilaku
berkelompok ini merupakan perilaku sosial yang sangat penting peranannya
dalam melindungi anggota kelompoknya. Besarnya anggota setiap kelompok
sangat bervariasi tergantung pada musim dan kondisi sumber daya
habitatnya terutama makanan dan luas wilayah jelajah yang tersedia.
Jumlah anggota satu kelompok gajah Sumatera berkisar 20-35 ekor, atau
berkisar 3-23 ekor.
Setiap kelompok gajah Sumatera dipimpin
oleh induk betina yang paling besar, sementara yang jantan dewasa hanya
tinggal pada periode tertentu untuk kawin dengan beberapa betina pada
kelompok tersebut. Gajah yang sudah tua akan hidup menyendiri karena
tidak mampu lagi mengikuti kelompoknya. Gajah jantan muda dan sudah
beranjak dewasa dipaksa meninggalkan kelompoknya atau pergi dengan suka
rela untuk bergabung dengan kelompok jantan lain. Sementara itu, gajah
betina muda tetap menjadi anggota kelompok dan bertindak sebagai bibi
pengasuh pada kelompok "taman kanak-kanak" atau kindergartens.
2. Menjelajah
Secara alami
gajah sumatera
melakukan penjelajahan dengan berkelompok mengikuti jalur tertentu
yang tetap dalam satu tahun penjelajahan. Jarak jelajah gajah bisa
mencapai 7 km dalam satu malam, bahkan pada musim kering atau musim
buah-buahan di hutan mampu mencapai 15 km per hari. Kecepatan gajah
berjalan dan berlari di hutan (untuk jarak pendek) dan di rawa melebihi
kecepatan manusia di medan yang sama. Gajah juga mampu berenang
menyeberangi sungai yang dalam dengan menggunakan belalainya sebagai
"snorkel" atau pipa pernapasan.
Selama menjelajah, kawanan
gajah melakukan komunikasi untuk menjaga keutuhan kelompoknya. Gajah
berkomunikasi dengan menggunakan soft sound yang dihasilkan dari
getaran pangkal belalainya. Dewasa ini ditemukan bahwa gajah juga
berkomunikasi melalui suara subsonik yang bisa mencapai jarak sekitar 5
km. Penemuan ini telah memecahkan misteri koordinasi pada kawanan
gajah yang sedang mencari makanan dalam jarak jauh dan saling tidak
melihat satu sama lain.
3. Kawin
Gajah tidak mempunyai
musim kawin yang tetap dan bisa melakukan kawin sepanjang tahun, namun
biasanya frekwensinya mencapai puncak bersamaan dengan masa puncak
musim hujan di daerah tersebut.
Gajah sumatera jantan sering
berperilaku mengamuk atau kegilaan yang sering disebut "musht" dengan
tanda adanya sekresi kelenjar temporal yang meleleh di pipi, antara
mata dan telinga, dengan warna hitam dan berbau merangsang. Perilaku
ini terjadi 3-5 bulan sekali selama 1-4 minggu. Perilaku ini sering
dihubungkan dengan musim birahi, walaupun belum ada bukti penunjang
yang kuat.
B. Perilaku individu Gajah Sumatra
1. Makan
Gajah merupakan mamalia terrestrial yang aktif baik di siang maupun
malam hari. Namun, sebagian besar dari mereka aktif dari 2 jam sebelum
petang sampai 2 jam setelah fajar untuk mencari makan. Hal ini
sependapat bahwa, gajah sering mencari makan sambil berjalan di malam
hari selama 16-18 jam setiap hari. la bukan satwa yang hemat terhadap
pakan sehingga cenderung meninggalkan banyak sisa makanan bila masih
terdapat makanan yang lebih baik.
2. Minum
Pada waktu
berendam di sungai, gajah minum dengan mulutnya. Sementara, pada waktu
di sungai yang dangkal atau di rawa gajah menghisap dengan belalainya.
Gajah mampu menghisap mencapai 9 liter air dalam satu kali isap.
3. Berkubang
Gajah sering berkubang di lumpur pada waktu siang atau sore hari di
saat sambil mencari minum. Perilaku berkubang juga penting untuk
melindungi kulit gajah dari gigitan serangga ektoparasit, selain untuk
mendinginkan tubuhnya.
4. Menggaram (salt lick)
Gajah
mencari garam dengan menjilat-jilat benda dan apapun yang mengandung
garam dengan belalainya. Gajah juga sering melukai bagian tubuhnya agar
dapat menyikat darahnya yang mengandung garam.
5. Beristirahat
Gajah tidur dua kali sehari, yaitu pada tengah malam dan siang hari.
Pada malam hari, gajah sering tidur dengan merebahkan diri kesamping
tubuhnya, memakai "bantal" terbuat dari tumpukan rumput dan kalau sudah
sangat lelah terdengar pula bunyi dengkur yang keras. Sementara itu,
pada siang hari gajah tidur sambil berdiri di bawah pohon yang rindang.
Perbedaan perilaku ini, mungkin berkaitan dengan kondisi keamanan
lingkungan. Apabila kondisinya kurang aman maka gajah akan memilih tidur
sambil berdiri, untuk menyiapkan diri jika terjadi gangguan.
IV. Reproduksi Gajah Sumatra
Di dalam pemeliharaan, gajah dapat mencapai umur 70 tahun , dan selama
hidupnya gajah jantan tidak terikat pada satu ekor betina pasangannya.
Gajah betina siap bereproduksi setelah berumur 8-10 tahun, sementara
gajah jantan setelah berumur 12-15 tahun. Gajah betina mempunyai masa
reproduksi 4 tahun sekali, lama kehamilan 19-21 bulan dan hanya
melahirkan 1 ekor anak dengan berat badan lebih kurang 90 kg. Seekor
anak
gajah sumatra akan menyusu selama 2 tahun dan hidup dalam pengasuhan selama 3 tahun.